KAI Buka Suara soal Rencana Penataan Rumah Warga di Sekitar Stasiun Lempuyangan

0
KAI-Rencana-Penggusuran

Yogyakarta, 9 April 2025 — Protes warga terhadap rencana penataan kawasan di sekitar Stasiun Lempuyangan mulai terlihat jelas. Spanduk penolakan dengan berbagai pesan terpampang di pagar rumah-rumah warga Tegal Lempuyangan, Kelurahan Bausasran, Danurejan, Yogyakarta. Warga menilai kebijakan yang akan diterapkan PT Kereta Api Indonesia (KAI) berkaitan dengan pengosongan rumah sangat merugikan dan tidak disosialisasikan secara matang.

Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, PT KAI Daop 6 Yogyakarta masih melakukan kajian internal. “Terkait ini sedang kami telusuri ya, nanti kami akan share jawaban tertulisnya. Terima kasih,” ujar Manager Humas KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih pada Rabu (9/4/2025).

Ketua RW 01 Bausasran, Anton Handriutomo, menyatakan bahwa pemasangan spanduk dilakukan oleh warga sebagai bentuk penolakan terhadap rencana tersebut. Menurutnya, undangan sosialisasi dari KAI diberikan terlalu mendadak.

“Undangannya terlalu mendadak, karena undangan tanggal 14 (Maret) itu tanggal 13 kita baru diberikan, dan itu pun sudah siang,” kata Anton ketika ditemui di kediamannya.

Sosialisasi kemudian dilakukan pada 26 Maret 2025 di Kantor Kalurahan Bausasran. Dalam pertemuan itu, pihak KAI menyampaikan rencana pengembangan stasiun dan menyebut telah mendapatkan surat palilah dari Kraton Yogyakarta sejak Oktober 2024. Surat tersebut berlaku selama satu tahun.

Anton menjelaskan bahwa dalam sosialisasi itu, warga diminta mengosongkan 13 unit rumah eks dinas milik KAI serta satu bangunan yang menjadi bagian dari kantor KAI. Lokasi bangunan tersebut berada di sepanjang Jalan Lempuyangan.

“Dari ujung sini sampai dengan pentok sana. Dua rumah yang menghadap ke Jalan Hayam Wuruk, kemudian yang di sini itu ada 11 rumah. Jadi, 13 plus satu bagian dari kantor, nah itu kena semua,” terangnya.

Bangunan tersebut menurutnya tidak akan diratakan, namun akan dialihfungsikan sebagai kantor KAI karena statusnya sebagai bagian dari warisan budaya.

“Rencana itu nanti tidak akan dibongkar, tetapi ini adalah warisan budaya, jadi harus dilestarikan. Nah, itu tidak akan diubah, cuma alih fungsi menjadi perkantoran bagi PT KAI,” jelasnya lagi.

Lebih lanjut, Anton mengungkapkan bahwa Jalan Lempuyangan juga termasuk dalam area pengembangan, yang berarti seluruh pedagang dan penyedia layanan parkir maupun rental motor akan terdampak.

“Menurut sosialisasi yang saya dapat itu akan menjadi area drop zone, seperti Stasiun Tugu yang di Jalan Mangkubumi. Sementara Jalan Lempuyangannya sendiri rencana akan dipindahkan ke belakang saya, ke RT 3,” tuturnya.

Penolakan warga semakin kuat karena mereka merasa memiliki dasar hukum atas tempat tinggal tersebut, yakni Surat Keterangan Tanah (SKT) dari BPN. Meski bukan sertifikat, SKT merupakan dasar untuk mengajukan kekancingan.

“SKT itu memang bukan sertifikat tanah, tapi SKT itu adalah surat keterangan tanah di mana yang bersangkutan itu sudah tinggal di situ. Dari SKT itu ditindaklanjuti menjadi kekancingan,” ujar Anton.

Namun menurutnya, proses pengajuan kekancingan terhambat karena Dinas Pertanahan dan Tata Ruang mensyaratkan adanya kerelaan dari PT KAI sebagai pemegang aset. Sayangnya, kerelaan tersebut dianggap sulit didapatkan.

“Ya, pasti PT KAI nggak akan memberikan kerelaan,” imbuhnya.

Warga diberi waktu hingga akhir Mei 2025 untuk mengosongkan bangunan. Namun hingga kini, tidak ada penjelasan mengenai bentuk ganti rugi yang akan diberikan. Warga pun menyiapkan langkah lanjutan, termasuk memasang spanduk dan menjajaki audiensi dengan DPRD serta instansi terkait.

“Langkah selanjutnya menurut schedule itu pengukuran sama negosiasi, setelah itu baru SP 1-2-3, lalu pengosongannya akhir Mei ini. Nah, tapi warga menolak. Akhirnya kita ada spanduk-spanduk itu,” jelas Anton.

“Tentunya juga audiensi-audiensi dengan DPRD, dan pastinya juga akan ke pihak-pihak terkait. Nah cuma sampai saat ini, apa langkah ke depan kita juga sambil menunggu karena juga belum ada langkah dari KAI,” lanjutnya.

Anton juga berharap ada kebijakan yang berpihak kepada warga dari pihak Kraton, selaku pemilik sah atas tanah Sultan Ground yang dipermasalahkan.

“Nah, nanti tergantung dari Sultan, intinya ini jelas-jelas tanah Sultan Ground, kan pasti yang menguasai Pak Sultan. Kalau ada apa-apa misalnya mau digunakan ya ke Sultan yang berkuasa, bukan korporasi besar yang menyuruh pindah kita,” tegasnya. (Redaksi)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *